Depok (SIB)
Sebuah fakta mengejutkan terungkap dalam sidang kasus teroris dengan terdakwa Muhammad Sofyan Tsauri alias Abu Ayas di Pengadilan Negeri Kota Depok, Kamis (23/9).
Saat membacakan dakwaan di persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Totok Bambang menyampaikan bahwa Sofyan membeli senjata api sebanyak 24 unit dari Ahmad Sutrisno anggota polisi berpangkat Bripka. Jenis senjata api yang dibeli adalah AR-15, 9 pucuk, AK-47, 4 pucuk, AK-58, 2 pucuk, dan pistol revolver 6 pucuk. Kemudian pistol jenis SN, challanger, dan remington, masing-masing satu pucuk.
Selain itu, Sofyan juga membeli 19.999 butir peluru dan 93 buah magazin dari anggota polisi itu.
Proses pembelian senjata api dengan nilai Rp 325 juta itu, dilakukan dari rentang waktu Mei 2008 hingga Maret 2010 dengan jumlah transaksi sebanyak 17 kali. Adapun sumber dana berasal dari Dulmatin alias Joko Pitono yang tewas tertembak oleh Densus 88 beberapa waktu lalu. “Senjata yang diperoleh para teroris Aceh dari Sofyan yang merupakan anggota Polres Depok yang dipecat setelah membunuh anggota Brimob Klapadua bernama Boas. Sofyan juga menggunakan dananya sendiri untuk membeli senjata. Dia juga sempat makan bersama di Rumah Makan Pondok Laras, Klapadua, Cimanggis,” ujarnya.
Dalam dakwaannya, jaksa menjerat Sofyan, bapak tiga anak, dengan diancam hukuman mati atau kurungan seumur hidup. Pasal yang dijerat adalah Pasal 19, Pasal 15 jo Pasal 7 dan Pasal 13 UU Terorisme No 15 Tahun 2003 serta UU Darurat No 12 Tahun 1951.
Jaksa juga menyebutkan, Sofyan memberikan pelatihan militer kepada para teroris di Aceh dan jugamemberikan ceramah tentang jihad.
Usai jaksa membacakan dakwaannya, Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi menyatakan, sidang akan dilanjutkan pada 6 Oktober 2010 dengan pembacaan eksepsi terdakwa Sofyan.
Sementara itu, istri Sofyan, Astri Rahayu berharap, suaminya dapat diberikan hukuman yang ringan. Sebab Sofyan masih punya tanggungjawab membesarkan ketiga anaknya yang masih kecil.
Presiden Instruksikan Cek Senjata di Gudang TNI
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Sudi Silalahi menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan Panglima TNI dan Kepala Kepolisian Negara RI agar melakukan pengecekan senjata sampai gudang-gudang dan satuan TNI dan Polri yang terkecil.
“Jadi, dalam rapat internal politik, hukum, dan keamanan, Presiden menegaskan kembali agar dilakukan pemeriksaan sampai di gudang-gudang TNI dan Polri di kesatuan yang terkecil. Senjata itu harus terkontrol dan dikendalikan sampai satu butir peluru yang keluar,” katanya, di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis (23/9).
Sudi menjelaskan, dengan pengecekan kembali peralatan, senjata, serta amunisi militer dan polisi, keberadaan senjata, amunisi, serta peralatan militer dan polisi dapat selalu terkontrol dan terkendali. “Dengan demikian, kita disegarkan kembali untuk mengawasi senjata dan itu bisa menutup kemungkinan penyalahgunaan senjata, amunisi, serta peralatan militer dan polisi,” katanya.
Ditanyakan kemungkinan senjata yang digunakan kelompok bersenjata tersebut, Sudi mengatakan, ada kemungkinan dari luar TNI atau Polri, mengingat jenis senjata yang ada, seperti AK-47, merupakan jenis yang sudah lama tidak digunakan lagi oleh TNI dan Polri sejak tahun 1965. “Kalau jenis senjata M-16 dan SS-1 mungkin saja ada yang diekspor atau bagaimana. Akan tetapi, nanti akan bisa ketahuan dari mana asal-usul senjata itu jika sudah tertangkap dan pegang bukti, kan, ada registernya dari mana,” katanya.
Sementara itu, Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, polisi diminta untuk mengejar pelaku teror sekaligus meningkatkan kewaspadaan sehingga tidak terjadi lagi kasus penyerangan terhadap aparat negara. “Respons Presiden adalah kejar terus para teroris itu dan jaga kewaspadaan. Tingkatkan kewaspadaan dan secara internal ditingkatkan pengawasan senjata di semua instansi,” katanya.
Djoko menjelaskan, pengawasan senjata di semua instansi pemerintah diperlukan untuk memastikan tidak ada yang disalahgunakan. Selain TNI dan Polri, Djoko melanjutkan, perlu dilakukan pengawasan terhadap perusahaan yang memiliki bahan peledak untuk keperluan usahanya.
“Yang terjadi di sana kan mereka menggunakan laras panjang, peluru besar dengan jumlah besar artinya perlu pengetatan di TNI dan Polri atas barang-barang tersebut sehingga pengawasannya diperketat,” katanya.
Eks Polisi Penyalur Senjata ke Teroris Sangkal Jadi Intel
Eks polisi yang dijerat pasal hukuman mati, Sofyan Tsauri, alias Abu, menyangkal kalau dia adalah intel yang disusupkan ke jaringan teroris. Sofyan bergabung ke kelompok Aceh karena ingin berjuang melawan AS dan Israel.
“Masa kalau dia intel, dia diancam hukuman mati. Kalau dia intel kan berarti dia pahlawan negara,” kata pengacara Sofyan, Nurlan saat dihubungi detikcom, Jumat (24/9).
Sofyan didakwa kasus terorisme. Persidangan atas dirinya digelar Kamis (23/9) di PN Depok. Dia diduga menyalurkan senjata api ke pelaku teror jaringan Aceh. Sofyan pernah bertugas dan di kepolisian dan dikirim ke Aceh saat konflik Aceh masih terjadi.
“Tapi kalau ada yang menuduh dia intel, silakan saja,” terangnya.
Sofyan, lanjut Nurlan, bergabung ke kelompok Aceh atas ajakan seseorang bernama Bara, yang disebutkan sebagai salah satu pemimpin jaringan itu. Pada Januari 2009, Sofyan pergi ke Aceh dan di sana dia sempat bertemu Dulmatin. “Kemudian setelah Januari, Sofyan pulang ke Jakarta. Tidak lama, dia diminta temannya di Aceh dicarikan senjata api. Ya secara dia bekas polisi, tentu memiliki jaringan,” terangnya.Bagaimana dengan hukuman mati yang diancamkan jaksa kepada Sofyan? “Dia bukan pemimpin kelompok, bukan komandan, jadi janganlah hukuman mati,” tutupnya.(BK/SP/detikcom/c)
source:http://hariansib.com/?p=142571
parah ki...
ReplyDeletemau jadi apa negara ini??
apa kata dunia??
iya...., memang banyak yang menusuk dari dalam....
ReplyDeletegmana mw diburu kalau yang memburu ada yang ikut andil..??